Thursday, May 8, 2008

cicilan syarifuddin

Oleh Anugerah Perkasa
1.020 words



SYARIFUDDIN MELAMBAIKAN tangan sambil beranjak dari tempat duduk. Dia menawarkan jasa apakah mau diantar dengan sepeda motornya ke tempat yang diinginkan. Saya menolak dan mulai menjelaskan maksud wawancara. Syarifuddin pun menggeser tubuhnya. Kami duduk bersebelahan pada kursi kayu kecil.

“Pengeluaran saya bertambah, tapi pendapatan berkurang. Tahun ini sepertinya tidak sebagus tahun lalu,” ujarnya, menjawab pertanyaan.

Selama dua tahun lebih, Syarifuddin menjadi tukang ojek tepat di depan kantor tempat saya bekerja, kawasan KH Mas Mansyur, Jakarta Pusat. Asli Betawi dan berusia 27 tahun. Pendapatannya per hari bisa mencapai Rp35.000, atau turun cukup drastis dibandingkan tahun lalu yaitu rata-rata Rp50.000. Profesi ini bermula dari ketertarikannya memiliki sepeda motor pada pertengahan 2006 silam dengan uang muka yang relatif minim, Rp200.000. Syarifuddin memutuskan membeli Yamaha New Vega warna abu-abu seharga Rp11 juta dengan masa cicilan 29 bulan, yang kini memasuki bulan ke-22.

Dia mengakui tekanan hidup semakin sulit.

Harga barang pokok melonjak, namun pendapatan berkurang. Syarifuddin harus menghidupi istrinya, Siti Juhairiah dan anaknya yang berusia 11 bulan, Nurullah Alfarizi. Namun dirinya terbantu dengan gaji sang istri yang bekerja sebagai petugas kebersihan sebuah bank di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Walaupun pas-pasan, atau seringkali minus. “Jika setiap bulannya kurang, saya biasa pinjam ke saudara sekitar Rp200.000-Rp300.000,” ujarnya. “Tidak hanya soal kebutuhan sehari-hari, tapi juga untuk cicilan sepeda motor tiap bulan.”

Imbasnya, dia selalu telat membayar cicilan tiap bulan ke PT Bussan Auto Finance—perusahaan pembiayaan yang khusus membiayai sepeda motor merek Yamaha—dan terkena denda 0,05% per harinya. Syarifuddin menyetor Rp530.000 setiap tanggal 8, namun beberapa kali dia harus membayar 12 hari kemudian. Dia tak tahu banyak mengapa harga barang kian melonjak, tapi dirinya bertekad untuk menjalani hidup.

Orang macam Syarifuddin, saya kira tak hanya satu orang. Punya pendapatan relatif rendah, namun harus mengeluarkan ongkos cukup tinggi akibat terjadinya inflasi. Selama tiga bulan pertama tahun ini, angka inflasi berbanding tahun lalu mencapai 8,17% yang membuat banyak orang gelabakan. Termasuk perbankan yang sampai saat ini menjadi sumber dana utama industri multifinance, nama lain dari perusahaan pembiayaan. Ada yang merevisi target kredit. Ada pula yang lebih berhati-hati. Di kalangan mereka, ada yang mencemaskan kapasitas pembayaran nasabah—macam Syarifuddin—mempengaruhi kerjasama bank-multifinance dalam penyaluran kredit. Mekanisme yang kerap dipakai adalah pembiayaan bersama (joint financing) dengan komposisi paling besar dari bank yaitu 90%:10% atau 80%:20%. Singkatnya, jika nasabah tak mampu bayar cicilan maka akan berpengaruh pada bisnis kedua industri.

Ini tentu saja bukan tanpa sebab. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai sejumlah perusahaan pembiayaan terus melakukan penawaran dana pinjaman sepeda motor tanpa memperhatikan kualitas calon nasabah. Semakin banyak nasabah, semakin tinggi volume bisnis. Arif Wismadi, Koordinator Forum Transportasi Pedesaan MTI mengatakan multifinance di wilayah tertentu hanya membutuhkan kartu tanda penduduk dan mengabaikan kemampuan bayar calon nasabah. Ini yang kemudian memunculkan potensi gagal bayar.

“Ini juga merugikan. Karena nasabah ternyata hanya mampu bayar down payment, akhirnya sepeda motornya ditarik,” ujar dia, pada Januari. “Ekspansi bisnis mendorong kebutuhan konsumtif masyarakat padahal tak mampu mencicil.”

Menurut Arif persoalan itu tak hanya melulu soal semakin agresifnya multifinance, namun juga munculnya potensi pemiskinan nasabah. Apalagi, lanjutnya, pembelian sepeda motor lebih banyak dilakukan untuk konsumsi, bukan produksi. Digunakan tapi tak menghasilkan sesuatu.

Namun penjualan sepeda motor akan terus ditingkatkan. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) memproyeksikan penjualannya akan menembus 5,2 juta unit pada 2008 atau naik sekitar 10% dibandingkan pencapaian tahun lalu 4,7 juta. Sementara Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) memprediksi pembiayaan konsumen—kucuran kredit untuk produk otomotif dan elektronik—tetap mendominasi bisnis industri tersebut, yang diperkirakan mencapai 50% lebih dari total Rp140 triliun pada tahun ini.

Kekhawatiran juga dialami praktisi perbankan, salah satunya Kostaman Thayib yang menjabat direktur retail banking di PT Bank Mega Tbk. Dia mengakui ketidakmampuan bayar nasabah dapat mempengaruhi mekanisme penyaluran kredit antara multifinance dan bank. Perbankan dinilainya harus mengurangi porsi kredit jenis itu dan mengucurkannya ke sektor lain.

Industri perbankan, adalah salah satu industri yang terpengaruh tekanan inflasi domestik. Bank Indonesia (BI) juga memperkirakan dampak kenaikan harga minyak dunia hampir US$120 per barel menciptakan pengaruh yang luar biasa sepanjang tahun ini pada ekspansi kredit. Walaupun BI menilai bank masih punya ketahanan yang cukup untuk meredam gejolak. Alasannya, rasio kecukupan modal dan biaya provisi masing-masing bank masih kuat. Bank sentral memproyeksikan kredit modal kerja akan lebih dominan dibandingkan kredit konsumsi maupun kredit investasi. Komposisi yang tak berubah dari tahun lalu di mana total kredit mencapai Rp1.045 triliun.

Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto tetap mewaspadai kekhawatiran penyaluran kredit bank-multifinance untuk pembelian sepeda motor. Dia meminta perbankan lebih berhati-hati membiayai perusahaan pembiayaan. “Multifinance juga harus melakukan seleksi lebih baik pada calon nasabah. Selain itu harus melakukan kajian untuk memutuskan reschedulling pada nasabah atau reconditioing,” ujarnya.

Tentu saja, lanjut dia, kalangan menengah ke atas adalah orang-orang yang dikategorikan cukup tahan dengan meningkatnya harga barang-barang pokok belakangan ini. Ini berbeda dengan masyarakat lapis bawah. Pendapatan tetap, ongkos meningkat. Akibatnya muncul kekhawatiran meroketnya rasio non performing loan (NPL) di industri multifinance, khususnya pembiayaan sepeda motor.

Namun itu dibantah Wiwie Kurnia.

Ketua APPI yang baru terpilih tahun lalu itu mengungkapkan multifinance memiliki
mekanisme pengawasan yang teruji. Ini dapat dilihat dari keberhasilan mengendalikan angka pendanaan macet meskipun dihantam krisis moneter dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Dia memaparkan argumentasi. Rasio pembiayaan macet industri pembiayaan pada tahun lalu hanya sekitar 2,05% dari batas rawan industri 3%. Pada 2006 hanya mencapai 2,9% sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, sedangkan 2005 hanya 1,9%.

“Kondisi inflasi dan kenaikan harga tidak perlu dikait-kaitkan dengan potensi pembiayaan macet karena multifinance telah terbukti mampu bertahan pada saat ekonomi sulit, yakni saat krisis moneter dan kenaikan BBM,” katanya.

Dia meyakini setiap multifinance memiliki manajemen risiko dan sistem penagihan yang baik terhadap nasabah. Wiwie menilai inflasi bukanlah sesuatu yang musti dibesar-besarkan media selama perusahaan masih mengontrol pembiayaannya.

Mungkin saja perdebatan itu tak sampai pada telinga Syarifuddin. Dia cukup disibukkan dengan kondisi hidup yang payah di tengah meroketnya harga minyak tanah, tepung dan beras. Juga soal sepeda motor yang musti dilunasi cicilannya tujuh bulan lagi. Dirinya tetap menunggu penumpang dari 07.00 pagi hingga 07.00 petang di depan kantor harian Bisnis Indonesia. Syarifuddin tak akan berhenti melambaikan tangannya.

“Tiap hari saya ngukur Jakarta,” ujarnya, tertawa. (anugerah.perkasa@bisnis.co.id)

It was published in Bisnis Indonesia on May 5th with title 'Cicilan Syarifuddin makin Tersendat.'

2 comments:

tamitamind said...

aku suka cerita mu yang ini mas (selain yang tentang kondom tentunya hihihi...) ini yang seperti aku pernah bilang ke kamu, apa sebenarnya yang terjadi sama dunia saat ini. dan seperti apa yang udah kamu bilang ke aku, tugas kita hanya mewartakan sebenar-benarnya, agar para pengambil keputuasan itu, bisa membuat dan mengambil keputusan yang benar juga. Semoga. (dan semoga kamu bisa juga mengajari aku mencari kebenaran dalam berita mas). GBU

ANUGERAH PERKASA said...

Tami yang baik,
Terima kasih menyempatkan mampir ke blog ini. Aku percaya soal makin bermutu informasi yang disampaikan media, makin bermutu pula keputusan yang diambil warga negara, termasuk pemerintah. Anyway, me, myself and my weird world? uh..uh.. :)